COUNTDOWN
By: Caramell Mel Ara
It's BTS Fanfic. Jimin/Jungkook.
Jimin melihat dunia dalam angka.? "Jim,.. tidak. Jangan mengatakan
apapun…." "Apakah dia sakit?" "Lakukan saja, …kumohon" /RnR please.Countdown (BTS JiKook Ver.) Rated : K+ M
Happy Readiiinngggg ^.^
------------------->>>>>>
Jimin melihat dunia dalam angka.
Terlihat empat tiang lampu jalan terpasang di luar apartemen jimin dan dua semak-semak di samping pintu depan. Dia hanya mempunyai satu tetangga, ah tidak.. lebih tepatnya dua, itu karena letak apartemennya terletak jauh di sudut jalan di mana mobil yang lewat akan gagal untuk berjalanan bila memasuki jalanan tersebut. Di sisi lain apartemennya, ada sebuah taman dengan tiga lapangan tenis dan dua jaring voli, ya.. walaupun sampai saat ini itu belum pernah digunakan dan kemungkinan besar tidak akan pernah digunakan di masa depan.
dia membutuhkan sekitar 527 langkah untuk mencapai halte bus yang mengarah ke universitasnya, mungkin dapat berkurang jika ia berjalan dengan langkah kaki yang lebih panjang. Dan ketika bus datang, semua siswa akan dikemas seperti ikan sarden di dalam kendaraan tersebut.
Terlihat empat tiang lampu jalan terpasang di luar apartemen jimin dan dua semak-semak di samping pintu depan. Dia hanya mempunyai satu tetangga, ah tidak.. lebih tepatnya dua, itu karena letak apartemennya terletak jauh di sudut jalan di mana mobil yang lewat akan gagal untuk berjalanan bila memasuki jalanan tersebut. Di sisi lain apartemennya, ada sebuah taman dengan tiga lapangan tenis dan dua jaring voli, ya.. walaupun sampai saat ini itu belum pernah digunakan dan kemungkinan besar tidak akan pernah digunakan di masa depan.
dia membutuhkan sekitar 527 langkah untuk mencapai halte bus yang mengarah ke universitasnya, mungkin dapat berkurang jika ia berjalan dengan langkah kaki yang lebih panjang. Dan ketika bus datang, semua siswa akan dikemas seperti ikan sarden di dalam kendaraan tersebut.
Untuk membawa siswa yang jumlahnya lima
puluh dan dengan
kursi yang
disediakan hanya untuk tiga puluh siswa, ahhh… akan sangat beruntung
jika jimin
sampai di sana pertama kali. Tapi Jimin tidak pernah beruntung. Dia selalu datang
terlambat, bahkan bisa dibilang paling akhir menaiki bus.
(astaga -_-!)
mau bagaimana lagi… jimin terpaksa harus berdiri, dengan satu tangan menggenggam erat batang besi dingin di atasnya , tubuhnya juga ikut bergoyang mengikuti irama lembut saat bis berhenti atau saat berada di lampu merah, ia menatap ke atas kepala orang yang berdiri di depannya, mungkin menurut orang , jimin hanya menatap udara kosong. Tapi pada kenyataannya tidak. Terlihat jelas oleh jimin Nomor berwarna merah mencolok terlihat jelas di depannya, melayang di atas kepala orang tersebut, tidak ada angka yang sama.
Matanya kemudian melirik anak yang tengah tertidur bersandar di jendela bus, headphone terpasang di telinganya. Di atas kepalanya, terlihat angka 65: 10: 03: 21: 45: 08. lalu Gadis yang sedang menulis SMS dengan cepat di ponselnya yang berada di samping jimin juga memiliki angka yang sedikit berbeda
mau bagaimana lagi… jimin terpaksa harus berdiri, dengan satu tangan menggenggam erat batang besi dingin di atasnya , tubuhnya juga ikut bergoyang mengikuti irama lembut saat bis berhenti atau saat berada di lampu merah, ia menatap ke atas kepala orang yang berdiri di depannya, mungkin menurut orang , jimin hanya menatap udara kosong. Tapi pada kenyataannya tidak. Terlihat jelas oleh jimin Nomor berwarna merah mencolok terlihat jelas di depannya, melayang di atas kepala orang tersebut, tidak ada angka yang sama.
Matanya kemudian melirik anak yang tengah tertidur bersandar di jendela bus, headphone terpasang di telinganya. Di atas kepalanya, terlihat angka 65: 10: 03: 21: 45: 08. lalu Gadis yang sedang menulis SMS dengan cepat di ponselnya yang berada di samping jimin juga memiliki angka yang sedikit berbeda
67: 09:
17: 11: 43:
50. Selalu enam
angka dan selalu menghitung
mundur.
jimin berfikir, dia selalu melihat angka-angka tersebut, tetapi ia tak sedikitpun tahu kenapa ia dapat melihatnya. Sementara Tidak ada orang lain yang dapat melihat angka-angka itu dan juga tak ada orang lain yang percaya ketika dia mengatakan bahwa dia tidak berbohong ketika melihat deretan angka tersebut, bahkan saat ia mengatakan jumlah angka yang melayang di atas kepala seseorang dengan warna merah cerah. Dan Dibutuhkan waktu sepuluh tahun bagi jimin untuk memahami apa arti sebenarnya dari angka-angka itu.
jimin berfikir, dia selalu melihat angka-angka tersebut, tetapi ia tak sedikitpun tahu kenapa ia dapat melihatnya. Sementara Tidak ada orang lain yang dapat melihat angka-angka itu dan juga tak ada orang lain yang percaya ketika dia mengatakan bahwa dia tidak berbohong ketika melihat deretan angka tersebut, bahkan saat ia mengatakan jumlah angka yang melayang di atas kepala seseorang dengan warna merah cerah. Dan Dibutuhkan waktu sepuluh tahun bagi jimin untuk memahami apa arti sebenarnya dari angka-angka itu.
----------------------------------------------------------------------------------------------
Saat berusia sepuluh tahun Park jimin berdiri di persimpangan jalan, ibunya memegang tangan jimin dan bersenandung lagu-lagu ceria, jimin melihat seorang pria yang mungkin tengah mabuk karena dapat dilihat dari tubuhnya yang berjalan tak karuan dan juga alkohol di tangannya, pria itu sepertinya akan menyebrang namun ia tampak bingung melihat kemana arah lampu hijau penyebrangan. Hingga tanpa disadari dari samping kiri badannya melaju sebuah mobil dengan kecepatan tinggi. Sedetik kemudian terdengar hantaman keras hingga akhirnya tubuh pria tadi terpental beberapa meter jauhnya. terjadi kecelakaan!, tragedy yang sangat memilukan saat pertemuan logam mesin dengan kulit rapuh dan tulang seseorang. terdengar Jeritan melengking di udara dan jimin tersadar saat mendengar suara memekik ibunya, dengan cepat ibunya menarik tubuh jimin dan mendekapnya erat. mencoba melindungi mata anaknya dari pemandangan yang mengerikan itu.
jimin menatap aliran darah yang mengucur deras dari tubuh orang itu. dan seketika berpikir, matanya terfokus pada warna merah yang berbeda dari yang biasanya ia lihat. Meskipun ibu jimin sudah menarik-narik panik tubuh jimin dan berteriak putus asa, jimin masih tetap mencerna sekilas angka-angka yang ia lihat. jari ibunya gemetar dan jimin tetap tidak bisa membawa dirinya berpaling dari angka di atas kepala orang itu.
00: 00: 00: 00: 13: 24.
Dia melihat banyak angka nol pada nomor orang itu, jimin berfikir keras dan terus mencoba memahaminya, memaksa otaknya agar mencari tahu maksud angka tersebut. Hingga saat mobil ambulans tiba, ada sepuluh nol dan 2 nomor terakhir yang tersisa, nomor itu terus menghitung mundur. Belum sempat para petugas medis itu menganggkat tubuh pria tadi ke atas tandu, 2 nomor terakhir akhirnya turun ke nol juga.
dan Pria itu dinyatakan meninggal.
jimin menelan ludahnya kasar , mencoba menenangkan diri dengan itu. Hingga tubuhnya kembali ke dalam pelukan ibunya, mencegah air mata yang terasa akan tumpah. Namun kenyataan yang mengejutkan datang, dua belas nol berwarna merah menyala berkedip padanya dan jimin akhirnya tahu ,apa arti dari angka-angka tersebut.
Tahun. Bulan. Hari. Jam. Menit. Detik.
Saat berusia sepuluh tahun Park jimin berdiri di persimpangan jalan, ibunya memegang tangan jimin dan bersenandung lagu-lagu ceria, jimin melihat seorang pria yang mungkin tengah mabuk karena dapat dilihat dari tubuhnya yang berjalan tak karuan dan juga alkohol di tangannya, pria itu sepertinya akan menyebrang namun ia tampak bingung melihat kemana arah lampu hijau penyebrangan. Hingga tanpa disadari dari samping kiri badannya melaju sebuah mobil dengan kecepatan tinggi. Sedetik kemudian terdengar hantaman keras hingga akhirnya tubuh pria tadi terpental beberapa meter jauhnya. terjadi kecelakaan!, tragedy yang sangat memilukan saat pertemuan logam mesin dengan kulit rapuh dan tulang seseorang. terdengar Jeritan melengking di udara dan jimin tersadar saat mendengar suara memekik ibunya, dengan cepat ibunya menarik tubuh jimin dan mendekapnya erat. mencoba melindungi mata anaknya dari pemandangan yang mengerikan itu.
jimin menatap aliran darah yang mengucur deras dari tubuh orang itu. dan seketika berpikir, matanya terfokus pada warna merah yang berbeda dari yang biasanya ia lihat. Meskipun ibu jimin sudah menarik-narik panik tubuh jimin dan berteriak putus asa, jimin masih tetap mencerna sekilas angka-angka yang ia lihat. jari ibunya gemetar dan jimin tetap tidak bisa membawa dirinya berpaling dari angka di atas kepala orang itu.
00: 00: 00: 00: 13: 24.
Dia melihat banyak angka nol pada nomor orang itu, jimin berfikir keras dan terus mencoba memahaminya, memaksa otaknya agar mencari tahu maksud angka tersebut. Hingga saat mobil ambulans tiba, ada sepuluh nol dan 2 nomor terakhir yang tersisa, nomor itu terus menghitung mundur. Belum sempat para petugas medis itu menganggkat tubuh pria tadi ke atas tandu, 2 nomor terakhir akhirnya turun ke nol juga.
dan Pria itu dinyatakan meninggal.
jimin menelan ludahnya kasar , mencoba menenangkan diri dengan itu. Hingga tubuhnya kembali ke dalam pelukan ibunya, mencegah air mata yang terasa akan tumpah. Namun kenyataan yang mengejutkan datang, dua belas nol berwarna merah menyala berkedip padanya dan jimin akhirnya tahu ,apa arti dari angka-angka tersebut.
Tahun. Bulan. Hari. Jam. Menit. Detik.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jam.
Sebuah jam kehidupan berdetak perlahan.
Setelah kejadian itu, jimin menghabiskan sisa harinya dengan menutup matanya rapat. Ibunya berpikir bahwa mental jimin sangat terkejut oleh kecelakaan pada hari itu, kepanikan ibunya bertambah saat berminggu-minggu setelah kejadian kecelakaan itu, jimin menolak untuk melakukan kontak mata pada orang-orang dan lebih memilih untuk menatap tegas pada tanah di bawahnya, atau bahkan memejamkan matanya. Ibunya cukup takut hingga akhirnya mengirimkan jimin ke psikolog anak, tetapi setelah memeriksa jimin, psikolog itu malah meninggalkan jimin dan ibunya tanpa jawaban, bahkan psikolog profesional pun juga tidak dapat menemukan alasan untuk perubahan drastis yang dialami oleh anaknya.
beberapa bulan selanjutnya jimin terus seperti itu, hingga suatu pagi…
Jam.
Sebuah jam kehidupan berdetak perlahan.
Setelah kejadian itu, jimin menghabiskan sisa harinya dengan menutup matanya rapat. Ibunya berpikir bahwa mental jimin sangat terkejut oleh kecelakaan pada hari itu, kepanikan ibunya bertambah saat berminggu-minggu setelah kejadian kecelakaan itu, jimin menolak untuk melakukan kontak mata pada orang-orang dan lebih memilih untuk menatap tegas pada tanah di bawahnya, atau bahkan memejamkan matanya. Ibunya cukup takut hingga akhirnya mengirimkan jimin ke psikolog anak, tetapi setelah memeriksa jimin, psikolog itu malah meninggalkan jimin dan ibunya tanpa jawaban, bahkan psikolog profesional pun juga tidak dapat menemukan alasan untuk perubahan drastis yang dialami oleh anaknya.
beberapa bulan selanjutnya jimin terus seperti itu, hingga suatu pagi…
BRUK!!
“Ahhh..”ringis jimin saat ia
terjatuh dari atas tempat tidurnya , dengan mata yang masih kabur dan masih dibungkus dalam kehangatan selimut miliknya. Ternyata ibunya lah yang mengganggu tidur nyaman jimin, ia menyuruhnya untuk bangun dan sarapan, dan sebelum ia dapat mendaftar apa yang akan dia lakukan hari ini, dia berkedip dan dua set angka merah
menyambutnya. jimin menangis sendiri karena
memilih tidur malam itu, karena sekarang jimin
menyadari jika dia menginginkan lebih baik tidak tahu dan tidak
bisa melihat. Sebenarnya Dia memiliki begitu banyak pertanyaan, tapi tidak ada seorangpun yang mampu untuk menjelaskan semua itu padanya.
-------------------------------------------------------------------------------------------
Kehidupan selanjutnya tidaklah sama.
"Apa hari ini Ada yang baru?" Tanya Taehyung.
jimin hanya mengangkat bahu, melepaskan ranselnya dan melemparnya sembarangan ke lantai dapur. Derit kursi terdengar saat ia menarik kursi , bergemuruh dan tiba-tiba , jimin menyandarkan punggungnya lelah, meniup poni rambutnya sebelum akhirnya menjawab.. jimin hanya berbicara ketika ia ingin.
"Min Yoongi kehilangan tiga bulan."
TaeHyung hanya bergumam. "Aku tidak terkejut, dia memang telah banyak minum setelah istrinya menceraikannya."
Taehyung melirik teman serumah nya dari seberang meja dan mencoba untuk membuat jimin tersenyum tetapi jimin terlalu sibuk menatap langit-langit untuk tatapan kehilangan pada angka yang hilang itu.
"Tapi, itu artinya… dia akan segera meninggal kan? Maksudku, dia akan kehilangan lebih banyak lagi daripada tiga bulan itu jika ia benar-benar sudah membunuh hatinya."
hanya Dua kata singkat yang jimin lontarkan. "Kurasa begitu."
TaeHyung terbatuk dan seketika gelisah dalam keheningan ruangan itu, ia akhirnya memilih mengajukan pertanyaan lagi, sehingga ia dapat mendengar sesuatu yang lain , setidaknya selain detak jantungnya yang panik . "Apa itu?"
jimin menundukkan kepalanya ke bawah dan menatap TaeHyung dengan berat, dengan tatapan mengantuk, jimin tidak melihat wajah taehyung. Atau Lebih tepatnya… Dia melihat di atas kepala taehyung… ke deretan angka berwarna merah yaitu pada nasib yang ditakdirkan untuk taehyung.
"Jim,.. tidak. Jangan mengatakan apapun…." Cegah Taehyung saat mengetahui apa yang jimin lihat.
"Aku tidak melakukan apa-apa." Ucap jimin datar.
tubuh Taehyung terlihat menggigil di kursinya, entah mengapa tiba-tiba ruangan terasa dingin bagi Taehyung. "jadi .... hentikan. Aku tidak ingin tahu."
Keduanya masih duduk di sana, tidak berniat untuk beranjak atau berbicara lagi.Taehyung mencoba mengusir kegugupannya. Lagi-lagi Jimin menatapnya dengan cara yang sering ia gunakan untuk menatap orang asing, bingung dan…….. tertarik, dan Taehyung ingin sahabatnya itu sadar. Apa pun, kecuali melihat Jimin yang mematung saat anak itu mengembara dalam pikirannya, mengarungi semua yang ia ketahui. Jimin akhirnya memecah keheningan yang terjadi, memaksakan kakinya untuk berdiri dan menyeret kaki lelah nya untuk menuju ke kamarnya sendiri.
Jimin berdiri di depan pintu kamarnya, tangannya hendak meraih atas kenop pintu, namun sebelum itu, ia melemparkan kalimat tanpa menoleh kearah Taehyung. "kau harus berhenti makan permen, kau kehilangan satu hari."
lalu Membanting pintu kamarnya.
Taehyung mengernyit.
-------------------------------------------------------------------------------
Jimin bertemu Taehyung saat di kelas Mitologi Yunani. Taehyung itu anak yang aneh, yang sulit sekali mengerti, penjelasan dari omong kosong tentang “penculikan alien” dan teori konspirary dari dosennya itu bahkan sama sekali tak menarik.
Kehidupan selanjutnya tidaklah sama.
"Apa hari ini Ada yang baru?" Tanya Taehyung.
jimin hanya mengangkat bahu, melepaskan ranselnya dan melemparnya sembarangan ke lantai dapur. Derit kursi terdengar saat ia menarik kursi , bergemuruh dan tiba-tiba , jimin menyandarkan punggungnya lelah, meniup poni rambutnya sebelum akhirnya menjawab.. jimin hanya berbicara ketika ia ingin.
"Min Yoongi kehilangan tiga bulan."
TaeHyung hanya bergumam. "Aku tidak terkejut, dia memang telah banyak minum setelah istrinya menceraikannya."
Taehyung melirik teman serumah nya dari seberang meja dan mencoba untuk membuat jimin tersenyum tetapi jimin terlalu sibuk menatap langit-langit untuk tatapan kehilangan pada angka yang hilang itu.
"Tapi, itu artinya… dia akan segera meninggal kan? Maksudku, dia akan kehilangan lebih banyak lagi daripada tiga bulan itu jika ia benar-benar sudah membunuh hatinya."
hanya Dua kata singkat yang jimin lontarkan. "Kurasa begitu."
TaeHyung terbatuk dan seketika gelisah dalam keheningan ruangan itu, ia akhirnya memilih mengajukan pertanyaan lagi, sehingga ia dapat mendengar sesuatu yang lain , setidaknya selain detak jantungnya yang panik . "Apa itu?"
jimin menundukkan kepalanya ke bawah dan menatap TaeHyung dengan berat, dengan tatapan mengantuk, jimin tidak melihat wajah taehyung. Atau Lebih tepatnya… Dia melihat di atas kepala taehyung… ke deretan angka berwarna merah yaitu pada nasib yang ditakdirkan untuk taehyung.
"Jim,.. tidak. Jangan mengatakan apapun…." Cegah Taehyung saat mengetahui apa yang jimin lihat.
"Aku tidak melakukan apa-apa." Ucap jimin datar.
tubuh Taehyung terlihat menggigil di kursinya, entah mengapa tiba-tiba ruangan terasa dingin bagi Taehyung. "jadi .... hentikan. Aku tidak ingin tahu."
Keduanya masih duduk di sana, tidak berniat untuk beranjak atau berbicara lagi.Taehyung mencoba mengusir kegugupannya. Lagi-lagi Jimin menatapnya dengan cara yang sering ia gunakan untuk menatap orang asing, bingung dan…….. tertarik, dan Taehyung ingin sahabatnya itu sadar. Apa pun, kecuali melihat Jimin yang mematung saat anak itu mengembara dalam pikirannya, mengarungi semua yang ia ketahui. Jimin akhirnya memecah keheningan yang terjadi, memaksakan kakinya untuk berdiri dan menyeret kaki lelah nya untuk menuju ke kamarnya sendiri.
Jimin berdiri di depan pintu kamarnya, tangannya hendak meraih atas kenop pintu, namun sebelum itu, ia melemparkan kalimat tanpa menoleh kearah Taehyung. "kau harus berhenti makan permen, kau kehilangan satu hari."
lalu Membanting pintu kamarnya.
Taehyung mengernyit.
-------------------------------------------------------------------------------
Jimin bertemu Taehyung saat di kelas Mitologi Yunani. Taehyung itu anak yang aneh, yang sulit sekali mengerti, penjelasan dari omong kosong tentang “penculikan alien” dan teori konspirary dari dosennya itu bahkan sama sekali tak menarik.
Taehyung jelas tidak mengerti
arti dari ruang pribadi atau kontrol volume atau bahkan fakta bahwa tidak ada yang mau mendengarkan spekulasi yang di
jelaskan oleh dosen tersebut.
Pelajaran yang tidak akan berakhir sebelum
jam 9 Pagi.
Taehyung sengaja menyiku Jimin yang langsung di hadiahi dengan tatapan tajam Jimin.
"kau harus tutup mulut."
ucapan Taehyung terhenti sejenak, dengan lengan mematung dan mulut yang terbuka lucu ,sebelum akhirnya mengerutkan kening. "Apa, kau tidak percaya pada kemampuan supranatural?"
"kau harus tutup mulut."
ucapan Taehyung terhenti sejenak, dengan lengan mematung dan mulut yang terbuka lucu ,sebelum akhirnya mengerutkan kening. "Apa, kau tidak percaya pada kemampuan supranatural?"
Jimin hanya ingin kembali tidur, memundurkan wajahnya kembali ke batas-batas lengan yang disilangkan dan memakai hoodie putihnya. Mungkin mengantuk atau mungkin juga itu karena dia tidak sempat meminum kopi pagi ini.
Ia kembali terngiang ucapan
dari taehyung tadi, ia menyadari bahwa sebagian kecil hati Jimin menginginkan seseorang untuk percaya padanya, bahkan jika itu adalah teman sekelasnya yang gila yang bahkan tampaknya tidak memiliki fungsi otak seperti Taehyung sekalipun.
Pusaran kemungkinan berputar di
kepalanya, mungkin Taehyung gila, tapi itu tidak menghentikannya untuk mengucapkan sesuatu hingga
membuat Jimin terkejut ketika beberapa kata berikutnya keluar dari mulut Taehyung. Jimin membutuhkan beberapa detik untuk menjawabnya...
"Tentu saja, aku tahu ketika orang akan mati."
Taehyung melirik Jimin dengan tatapan tak mengerti. Bahu tegang Jimin perlahan mengempis dan buru-buru kecewa saat udara panas dirasa merembes keluar dari dirinya. Jimin mulai belajar memahami ketika kalian mulai mengharapkan sesuatu hal dari orang-orang, seperti mempercayaimu mungkin. Walaupun dengan orang-orang yang mungkin memiliki kemampuan untuk mengejekmu sekalipun. Jimin berfikir sejenak tentang semua itu. Dalam mood yang buruk akhirnya ia memilih untuk kembali tidur, ia masih mengingat jelas raut terkejut di wajah Taehyung saat itu.
Setelah kelas selesai, semua orang segera keluar dari ruang kuliah dan Jimin hanya berpikir dengan seberapa cepat dia dapat berjalan kembali ke apartemennya, di mana kenyamanan kasur hangat dan bantal lembut telah menunggunya,
"Tentu saja, aku tahu ketika orang akan mati."
Taehyung melirik Jimin dengan tatapan tak mengerti. Bahu tegang Jimin perlahan mengempis dan buru-buru kecewa saat udara panas dirasa merembes keluar dari dirinya. Jimin mulai belajar memahami ketika kalian mulai mengharapkan sesuatu hal dari orang-orang, seperti mempercayaimu mungkin. Walaupun dengan orang-orang yang mungkin memiliki kemampuan untuk mengejekmu sekalipun. Jimin berfikir sejenak tentang semua itu. Dalam mood yang buruk akhirnya ia memilih untuk kembali tidur, ia masih mengingat jelas raut terkejut di wajah Taehyung saat itu.
Setelah kelas selesai, semua orang segera keluar dari ruang kuliah dan Jimin hanya berpikir dengan seberapa cepat dia dapat berjalan kembali ke apartemennya, di mana kenyamanan kasur hangat dan bantal lembut telah menunggunya,
Namun sebelum itu terjadi,
ia merasa dirinya ditarik ke
samping oleh namja berambut orange dan kurus . Taehyung. Jimin mengerutkan keningnya, karena ini tentu
saja akan memotong waktu
tidur siangnya sebelum kelas berikutnya dimulai, tapi ia melihat Taehyung menatapnya serius dan membuat bulu-bulu di belakang leher Jimin pun seketika berdiri.
"Kau...... tidak bercanda,kan?" tegas Taehyung.
Rahang Jimin tertutup. "aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."
"Itu semua masuk akal," kata Taehyung menegaskan.
"Kau...... tidak bercanda,kan?" tegas Taehyung.
Rahang Jimin tertutup. "aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."
"Itu semua masuk akal," kata Taehyung menegaskan.
"kau tidak pernah melihat orang dengan baik,
maksudku kau melakukan itu -tapi kau seperti selalu melihat ke mereka atau kadang-kadang bahkan kau tampaknya seperti bisa melihat ke dalam diri mereka,
padahal kau tidak pernah bertemu dengan mereka
sebelumnya."
Taehyung tampak sangat berkonsentrasi, ia mulai merasa tidak nyaman. Tidak ada tanda-tanda bahwa Taehyung itu gila tapi sulit bagi Jimin untuk mendamaikan dua kepribadian hingga menjadi sesuatu yang masuk akal. Jimin merasa lucu karena orang pertama yang benar-benar percaya padanya adalah orang asing yang gila dan bukan orang tuanya sendiri, raut kebingungan di wajah ibunya masih teringat jelas dalam pikirannya ketika ia pertama kali mengatakan kemampuannya itu.
akhirnya Jimin memutuskan jika lebih baik dia terus menyimpan rahasia itu untuk dirinya sendiri, tapi sekarang.. Jimin berfikir akan menarik jika ada seseorang yang mengetahui kemampuan yang ia miliki. Jimin merasa lelah namun dalam artian yang berbeda. Ini adalah jenis kelelahan yang tidak akan pergi, tidak peduli sudah berapa jam ia tidur pada malam sebelumnya.
Jimin yakin taehyung mempercayainya.
Taehyung tampak sangat berkonsentrasi, ia mulai merasa tidak nyaman. Tidak ada tanda-tanda bahwa Taehyung itu gila tapi sulit bagi Jimin untuk mendamaikan dua kepribadian hingga menjadi sesuatu yang masuk akal. Jimin merasa lucu karena orang pertama yang benar-benar percaya padanya adalah orang asing yang gila dan bukan orang tuanya sendiri, raut kebingungan di wajah ibunya masih teringat jelas dalam pikirannya ketika ia pertama kali mengatakan kemampuannya itu.
akhirnya Jimin memutuskan jika lebih baik dia terus menyimpan rahasia itu untuk dirinya sendiri, tapi sekarang.. Jimin berfikir akan menarik jika ada seseorang yang mengetahui kemampuan yang ia miliki. Jimin merasa lelah namun dalam artian yang berbeda. Ini adalah jenis kelelahan yang tidak akan pergi, tidak peduli sudah berapa jam ia tidur pada malam sebelumnya.
Jimin yakin taehyung mempercayainya.
"Siapa namamu?" kata Jimin
"Kim Taehyung." Jawab Taehyung sambil tersenyum lebar.
Jimin Mengangguk, lebih kepada dirinya sendiri daripada apa pun, dan kemudian berjalan pergi. Taehyung terkejut. ‘hanya itu reaksinya?’ batin Taehyung. Detik selanjutnya Taehyung berjalan mengikuti Jimin.
"Tunggu, kau tidak pernah mengatakan kepadaku jika aku benar!" teriakTaehyung.
namun Jimin terus berjalan, mengenakan hoodie di atas kepalanya, Taehyung berjalan cepat mencoba untuk mencocokkan langkah nya dengan Jimin. Jimin menatap Taehyung sekilas dan menaikkan bibirnya sedikit ke satu sisi. Ini jelas smirk, bukan smirk ramah,tapi bukan juga merendahkan,
Hanya……. bayangan dari kepahitan.
Jimin menebak acak seorang gadis saat berjalan di halaman. "Enam puluh tiga."
Taehyung Mengerutkan kening, tidak mengerti apa yang dikatakan Jimin. "Apa yang-"
lalu Jimin menunjuk anak yang sedang menghirup secangkir kopi di halaman rumput. "Enam puluh."
Dan daftar nomor berlanjut dengan setiap orang asing yang lewat.
"Enam puluh lima."
"Tujuh puluh."
"Tujuh puluh dua."
Jimin tetap melanjutkan kata-katanya hingga Taehyung akhirnya mengerti apa yang terjadi.
"Dan dia hanya memiliki lima puluh lima tahun, aku bertanya-tanya kenapa."
Cara Jimin berbicara tampak begitu jauh dan acuh tak acuh, seolah-olah dia tidak berbicara tentang orang-orang yang sebenarnya dalam kehidupan nyata, seperti mereka semua tidak lain hanyalah angka. Jimin hendak mengucapkan nomor lain namun terhenti ketika Taehyung memberitahu siapa yang ia tunjuk saat ini. Itu adalah Kim Seok Jin, yang tengah berjalan melintasi halaman itu, Kim Seok Jin adalah teman sekalas Taehyung di kelas matematika, Taehyung sudah lama menyimpan perasaan pada namja tampan itu. Dan seketika tangan Taehyung menjulur untuk menutup mulut Jimin sebelum Jimin mengucapkan apa-apa tentang Seok Jin.
"Oke," Taehyung memohon. "Aku mengerti. Kau tidak berbohong."
Jimin menatap lurus dengan tatapan kosong, mencoba melapaskan tangan Taehyung dari mulutnya. Dia mengatur ulang jaketnya sebelum berbalik dan berjalan pergi, seolah-olah mempercayai kata-kata Taehyung tadi agar anak itu tidak membekap mulutnya lagi.
Sampai hari ini, Taehyung tidak bisa melupakan wajah apatis di wajah Jimin itu.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Jimin telah membuat banyak keputusan yang buruk dalam hidupnya. pertama adalah Berteman dengan Taehyung dan bukannya melarikan diri, kedua
adalah kemana-mana dengan Taehyung setelah meninggalkan
apartemen dan tinggal
bersamanya selama dua tahun ,dan ketiga yaitu saat ini
ia setuju untuk pergi dengan Taehyung ke kelas Sejarah Musik?
‘Ini akan menyenangkan’, kata taehyung.
‘Materinya menarik’, katanya lagi.
Kecuali Taehyung lupa mengatakan jika kelas itu dimulai pada pukul 7.30 pagi, di saat Jimin harusnya masih tidur dan tidak berpikir atau berniat untuk melakukan sesuatu yang melibatkan interaksi manusia. Dan entah bagaimana, ia mendaapati dirinya kini tengah diseret paksa untuk keluar dari tempat tidurnya kemudian di dorong ke luar apartemennya, lalu dipaksa masuk ke bus dan melangkah malas ke ruang kuliah, Jimin masih tak mau menghilangkan rasa kantuknya meskipun berbagai tendangan sudah mendarat di bokong indahnya (haa?).
"akan lebih baik jika aku tidak jadi datang…." Gumam Jimin sambil bergerumul ke sweater hangatnya.
Taehyung memantulkan bola futsall ditangannya dengan gembira. "Percayalah, ini akan menyenangkan."
Lima belas menit sejak ia memasuki kelas kuliah itu, lima belas menit itu juga ia terus mencoba memahami apa yang sebenarnya di jelaskan oleh profesor di depan kelas. Dan kini Jimin sadar, seharusnya ia tadi tak mempercayai kata-kata Taehyung. karena profesor itu lebih terdengar seperti burung kenari dan Jimin merasa bosan karenanya. Dia bahkan tidak bisa tidur seperti biasanya karena kelas itu relatif kecil, tidak seperti ruang kuliah yang biasanya lebih besar dan dapat memuat ratusan mahasiswa didalamnya, dan jika Jimin melakukan kebiasaan tidurnya, pasti ia akan tertangkap basah oleh professor itu bahkan saat akan mulai tertidur. Terlebih Taehyung yang bersikeras untuk duduk di bagian paling depan.
Jimin berfikir, bagaimana caranya ia keluar dari kelas dan pergi ke café untuk semangkuk pudding yang lezat kesukaannya, namun khayalannya terhenti ketika ia menangkap sesuatu yang tidak biasa dari penglihatannya. Jimin berkedip beberapa kali dan menggosok matanya bingung, bertanya-tanya apakah dia tidak salah lihat, tapi setelah beberapa menit menatap hal tersebut secara intens, dia yakin bahwa dia tidak salah lihat.
"Siapa namja yang duduk di barisan depan itu?" bisiknya sambil menyenggol tulang rusuk Taehyung.
"Siapa?" jawab Taehyung.
"namja dengan rambut pendek dan berkaus merah ."
Taehyung memundurkan tubuhnya lalu menatap seseorang yang di maksud Jimin. "Jungkook?"
Jimin tidak merespon, ia mengaitkan jari-jari tangannya dan dagunya bersandar di atas jari-jari itu. Taehyung melihat aura gelap di wajah Jimin dan Taehyung tiba-tiba gemetar di kursinya. Taehyung dapat melihat dan mengetahui bahwa Jimin kini tengah melihat sesuatu yang tidak ingin Taehyung ketahui, dan kini Taehyung menyadari jika orang yang berada di sampingnya itu bukan lagi sahabatnya. Ini adalah sisi lain dari Jimin, sisi yang Taehyung lihat pada hari pertama ketika mereka bertemu, yaitu aura yang tenang lalu menyebutkan angka-angka secara acak pada orang-orang.
"Apakah dia sakit?" tanya Jimin, matanya bahkan sama sekali tak beranjak dari atas kepala Jungkook.
"aku mengetahui namanya tapi, Bukan berarti aku tahu apakah ia sakit atau tidak." Kata Taehyung saat mulai menyadari kemana arah pertanyaan sahabatnya itu
"aku melihatnya." Tutur Jimin.
(Tapi Taehyung kan tidak melihatnya, Jim !) Taehyung tahu dia akan menyesal saat mempertanyakannya, tapi akhirnya dia lakukannya juga. "Apa itu?"
akhirnya Jimin memutuskan pandangannya dari Jungkook untuk melihat Taehyung, tergambar jelas pada raut wajah Jimin ekspresi penasaran.. tapi entah mengapa, matanya sedikit berkaca-kaca. Taehyung benci senyum muram yang di tunjukkan sahabatnya itu, karena membuat Jimin terlihat jauh lebih tua darinya. Jimin memang terlihat kejam, karena seakan di dunianya, orang tidak lebih dari subjek angka yang berarti.
"Ada dua nol di mana tahun itu harusnya terisi.”
‘Ini akan menyenangkan’, kata taehyung.
‘Materinya menarik’, katanya lagi.
Kecuali Taehyung lupa mengatakan jika kelas itu dimulai pada pukul 7.30 pagi, di saat Jimin harusnya masih tidur dan tidak berpikir atau berniat untuk melakukan sesuatu yang melibatkan interaksi manusia. Dan entah bagaimana, ia mendaapati dirinya kini tengah diseret paksa untuk keluar dari tempat tidurnya kemudian di dorong ke luar apartemennya, lalu dipaksa masuk ke bus dan melangkah malas ke ruang kuliah, Jimin masih tak mau menghilangkan rasa kantuknya meskipun berbagai tendangan sudah mendarat di bokong indahnya (haa?).
"akan lebih baik jika aku tidak jadi datang…." Gumam Jimin sambil bergerumul ke sweater hangatnya.
Taehyung memantulkan bola futsall ditangannya dengan gembira. "Percayalah, ini akan menyenangkan."
Lima belas menit sejak ia memasuki kelas kuliah itu, lima belas menit itu juga ia terus mencoba memahami apa yang sebenarnya di jelaskan oleh profesor di depan kelas. Dan kini Jimin sadar, seharusnya ia tadi tak mempercayai kata-kata Taehyung. karena profesor itu lebih terdengar seperti burung kenari dan Jimin merasa bosan karenanya. Dia bahkan tidak bisa tidur seperti biasanya karena kelas itu relatif kecil, tidak seperti ruang kuliah yang biasanya lebih besar dan dapat memuat ratusan mahasiswa didalamnya, dan jika Jimin melakukan kebiasaan tidurnya, pasti ia akan tertangkap basah oleh professor itu bahkan saat akan mulai tertidur. Terlebih Taehyung yang bersikeras untuk duduk di bagian paling depan.
Jimin berfikir, bagaimana caranya ia keluar dari kelas dan pergi ke café untuk semangkuk pudding yang lezat kesukaannya, namun khayalannya terhenti ketika ia menangkap sesuatu yang tidak biasa dari penglihatannya. Jimin berkedip beberapa kali dan menggosok matanya bingung, bertanya-tanya apakah dia tidak salah lihat, tapi setelah beberapa menit menatap hal tersebut secara intens, dia yakin bahwa dia tidak salah lihat.
"Siapa namja yang duduk di barisan depan itu?" bisiknya sambil menyenggol tulang rusuk Taehyung.
"Siapa?" jawab Taehyung.
"namja dengan rambut pendek dan berkaus merah ."
Taehyung memundurkan tubuhnya lalu menatap seseorang yang di maksud Jimin. "Jungkook?"
Jimin tidak merespon, ia mengaitkan jari-jari tangannya dan dagunya bersandar di atas jari-jari itu. Taehyung melihat aura gelap di wajah Jimin dan Taehyung tiba-tiba gemetar di kursinya. Taehyung dapat melihat dan mengetahui bahwa Jimin kini tengah melihat sesuatu yang tidak ingin Taehyung ketahui, dan kini Taehyung menyadari jika orang yang berada di sampingnya itu bukan lagi sahabatnya. Ini adalah sisi lain dari Jimin, sisi yang Taehyung lihat pada hari pertama ketika mereka bertemu, yaitu aura yang tenang lalu menyebutkan angka-angka secara acak pada orang-orang.
"Apakah dia sakit?" tanya Jimin, matanya bahkan sama sekali tak beranjak dari atas kepala Jungkook.
"aku mengetahui namanya tapi, Bukan berarti aku tahu apakah ia sakit atau tidak." Kata Taehyung saat mulai menyadari kemana arah pertanyaan sahabatnya itu
"aku melihatnya." Tutur Jimin.
(Tapi Taehyung kan tidak melihatnya, Jim !) Taehyung tahu dia akan menyesal saat mempertanyakannya, tapi akhirnya dia lakukannya juga. "Apa itu?"
akhirnya Jimin memutuskan pandangannya dari Jungkook untuk melihat Taehyung, tergambar jelas pada raut wajah Jimin ekspresi penasaran.. tapi entah mengapa, matanya sedikit berkaca-kaca. Taehyung benci senyum muram yang di tunjukkan sahabatnya itu, karena membuat Jimin terlihat jauh lebih tua darinya. Jimin memang terlihat kejam, karena seakan di dunianya, orang tidak lebih dari subjek angka yang berarti.
"Ada dua nol di mana tahun itu harusnya terisi.”
--------------------------------------------------------------------------------------
semenjak itu, Jimin
selalu pergi dengan Taehyung ke kuliah Sejarah Musik setiap hari dan walaupun Taehyung
ingin
menghentikan Jimin, tapi itu
semua sia-sia. Akhirnya
ia hanya memandang pasrah saat Jimin mulai berfikir untuk masuk ke kehidupan Jungkook. Jimin rela duduk di sebelah anak pemalu itu, bersikap lembut saat menyerahkan pena Jungkook yang jatuh, tersenyum licik saat ia meminta
untuk berbagi buku meskipun
Jimin tidak terdaftar di kelas. (hadeeuhh.. -_-!)
Taehyung tidak peduli pada perilaku Jimin, tapi dia tidak bisa membayangkan apakah itu sesuatu yang baik atau bahkan sebaliknya.
Taehyung tidak terkejut ketika suatu ketika Jimin hanya melewatinya dan lebih memilih untuk menghampiri Jungkook dengan seringaian andalannya, Jimin bahkan sangat percaya diri ketika Jungkook hanya memberikan reaksi gugup. Taehyung khawatir melihat perubahan itu tapi saat ia ingin menghampiri Jimin, langkahnya terhenti ketika melihat Jimin memberikan sinyal padanya agar pergi, itu berarti tidak ada kesempatan untuknya berbicara.
Taehyung sedikit ragu dengan isyarat yang Jimin berikan, Jungkook sedang dipermainkan oleh seseorang yang taehyung tahu alasannya, dan ia harus turun tangan. Kecuali harus melihat Jimin yang mengatakan hal-hal yang tidak ingin dia dengar. Taehyung akhirnya mendesah putus asa dan menguatkan mental untuk berbicara dengan Jimin nantinya. dan ketika Taehyung telah pergi, Jimin tidak ingin alasannya ‘hampir’ terbongkar lagi.
"Apa yang ingin kau lakukan setelah ini?" Tanya Jimin
Jungkok mendongak terkejut. “aku?"
Jimin terkekeh, jelas saja dia berbicara dengan Jungkook, karena tidak ada orang lain lagi di kelas. dia namja yang lucu, selanjutnya Jimin mengangguk.
Taehyung tidak terkejut ketika suatu ketika Jimin hanya melewatinya dan lebih memilih untuk menghampiri Jungkook dengan seringaian andalannya, Jimin bahkan sangat percaya diri ketika Jungkook hanya memberikan reaksi gugup. Taehyung khawatir melihat perubahan itu tapi saat ia ingin menghampiri Jimin, langkahnya terhenti ketika melihat Jimin memberikan sinyal padanya agar pergi, itu berarti tidak ada kesempatan untuknya berbicara.
Taehyung sedikit ragu dengan isyarat yang Jimin berikan, Jungkook sedang dipermainkan oleh seseorang yang taehyung tahu alasannya, dan ia harus turun tangan. Kecuali harus melihat Jimin yang mengatakan hal-hal yang tidak ingin dia dengar. Taehyung akhirnya mendesah putus asa dan menguatkan mental untuk berbicara dengan Jimin nantinya. dan ketika Taehyung telah pergi, Jimin tidak ingin alasannya ‘hampir’ terbongkar lagi.
"Apa yang ingin kau lakukan setelah ini?" Tanya Jimin
Jungkok mendongak terkejut. “aku?"
Jimin terkekeh, jelas saja dia berbicara dengan Jungkook, karena tidak ada orang lain lagi di kelas. dia namja yang lucu, selanjutnya Jimin mengangguk.
Oke, Jungkook
terlalu polos. Dan itu membuat Jimin penasaran, ia ingin mengetahui tentang anak tanpa tahun
lagi, penasaran walaupun ia tahu
kapan batas
waktu yang masih dimiliki oleh Jungkook. Jimin menyadari bahwa dia tidak lagi bermain adil
ketika rona merah muda tercetak jelas di pipi Jungkook , tapi Jimin sudah terlalu jauh menginginkan Jungkook, bahkan Jungkook seperti teka-teki baginya, teka-teki yang paling menarik yang datang di dalam hidup seorang Park Jimin.
"Setelah ini Aku harus pergi ke rumah sakit selama beberapa jam.." ucap Jungkook tergagap,
Jimin Mengerutkan keningnya. Jadi penyakit cukup parahlah yang mungkin sebenarnya adalah jawaban atas misteri besar selama ini. Tetapi Jimin segera menepis itu, ia tak ingin memikirkan hal-hal yang terlalu antiklimaks yang belum tentu kebenarannya. Jimin rasa Jungkook masih terlihat cukup sehat , yaaa walaupun mungkin penampilan juga dapat menipu.
"Apa kau baik-baik saja?"
Jungkook menatap Jimin bingung , hingga Jungkook menyadari apa yang mungkin Jimin fikirkan. Jungkook mengibaskan tangannya cepat dan menggelengkan kepalanya.
"Oh tidak, aku tidak sakit," kata Jungkook panic saat menyadari perubahan pada raut wajah Jimin.
"Setelah ini Aku harus pergi ke rumah sakit selama beberapa jam.." ucap Jungkook tergagap,
Jimin Mengerutkan keningnya. Jadi penyakit cukup parahlah yang mungkin sebenarnya adalah jawaban atas misteri besar selama ini. Tetapi Jimin segera menepis itu, ia tak ingin memikirkan hal-hal yang terlalu antiklimaks yang belum tentu kebenarannya. Jimin rasa Jungkook masih terlihat cukup sehat , yaaa walaupun mungkin penampilan juga dapat menipu.
"Apa kau baik-baik saja?"
Jungkook menatap Jimin bingung , hingga Jungkook menyadari apa yang mungkin Jimin fikirkan. Jungkook mengibaskan tangannya cepat dan menggelengkan kepalanya.
"Oh tidak, aku tidak sakit," kata Jungkook panic saat menyadari perubahan pada raut wajah Jimin.
"aku hanya magang di sana." Ucap Jungkook mencoba meyakinkan Jimin.
Jimin lalu melesakkan tangannya ke saku matelnya, lagi-lagi memikirkan penyakit apa yang mungkin Jungkook miliki.
"Maaf jika aku tadi membuatmu panik, aku kira kau-" kata-kata Jimin terpotong oleh pertanyaan Jungkook
"Apa kau ingin ikut bersamaku?"
Jimin terlihat terkejut ketika melihat wajah Jungkook yang perlahan mulai memerah, rona di pipi nya terlihat sangat kontras dengan kulit seputih susunya.
"Hanya jika kau ingin saja, kalau tidak juga tidak apa-apa" Jungkook menambahi.
Jimin lalu melesakkan tangannya ke saku matelnya, lagi-lagi memikirkan penyakit apa yang mungkin Jungkook miliki.
"Maaf jika aku tadi membuatmu panik, aku kira kau-" kata-kata Jimin terpotong oleh pertanyaan Jungkook
"Apa kau ingin ikut bersamaku?"
Jimin terlihat terkejut ketika melihat wajah Jungkook yang perlahan mulai memerah, rona di pipi nya terlihat sangat kontras dengan kulit seputih susunya.
"Hanya jika kau ingin saja, kalau tidak juga tidak apa-apa" Jungkook menambahi.
"Sepertinya tidak perlu, kau mungkin tidak mau, itu akan membosankan bagimu, mungkin kau tidak-"
"Aku akan datang." Ucap Jimin cepat.
Kepala Jungkook seketika mendongak. "kau mau? Maksudku.. b-baiklah, tentu saja kau mau-atau mungkin juga tidak.., baiklah- tapi apa kau sungguh-sungguh dan-"
Jungkook terdiam, Kata-katanya terasa bertele-tele, ia malu dan gelisah, ah… sungguh berantakan! telapak tangannya berkeringat, dan detak jantung berpacu 3x lebih cepat dari biasanya.
"Aku akan berhenti bicara sekarang,." Ucap Jungkook lirih.
Jimin tersenyum melihat reaksi lucu yang di keluarkan Jungkook. Jimin mengabaikan lonceng peringatan dan lebih memilih untuk mengikuti Jungkook dengan alasan bahwa ini adalah kesempatan untuk Jimin belajar lebih banyak tentang bom waktu yang berjalan,
"Aku akan datang." Ucap Jimin cepat.
Kepala Jungkook seketika mendongak. "kau mau? Maksudku.. b-baiklah, tentu saja kau mau-atau mungkin juga tidak.., baiklah- tapi apa kau sungguh-sungguh dan-"
Jungkook terdiam, Kata-katanya terasa bertele-tele, ia malu dan gelisah, ah… sungguh berantakan! telapak tangannya berkeringat, dan detak jantung berpacu 3x lebih cepat dari biasanya.
"Aku akan berhenti bicara sekarang,." Ucap Jungkook lirih.
Jimin tersenyum melihat reaksi lucu yang di keluarkan Jungkook. Jimin mengabaikan lonceng peringatan dan lebih memilih untuk mengikuti Jungkook dengan alasan bahwa ini adalah kesempatan untuk Jimin belajar lebih banyak tentang bom waktu yang berjalan,
Dan
berfikir
setelah rasa
ingin tahunya terpuaskan, Jimin bisa pergi meninggalkan Jungkook dan menjalani hidupnya lagi.
Jimin mengikuti langkah
pendek namja manis di depannya untuk mengitari rumah sakit itu, dan Jimin berkesimpulan bahwa Jungkook benar-benar memiliki hati yang tulus untuk menolong
orang-orang disana.
Jungkook magang di rumah sakit itu setiap hari Rabu, kemudian menjadi relawan di pusat kota penampungan tunawisma pada hari Kamis, dan membacakan cerita untuk anak-anak di perpustakaan umum selama 1 jam setiap hari Jumat. Apakah Jungkook itu adalah gambaran sempurna seorang namja yang hanya mementingkan orang lain dan tidak mementingkan dirinya sendiri,? (Oke, Jungkook terlalu baik)
Jungkook magang di rumah sakit itu setiap hari Rabu, kemudian menjadi relawan di pusat kota penampungan tunawisma pada hari Kamis, dan membacakan cerita untuk anak-anak di perpustakaan umum selama 1 jam setiap hari Jumat. Apakah Jungkook itu adalah gambaran sempurna seorang namja yang hanya mementingkan orang lain dan tidak mementingkan dirinya sendiri,? (Oke, Jungkook terlalu baik)
Dan segala sesuatu yang Jimin cemooh dan tertawakan
selama ini karena Jungkook belajar seperti waktu tidak akan pernah berhenti , bahkan Jimin rasa jungkook
adalah orang paling baik didunia ini. Mungkin Ini semua adalah lelucon, tapi Jimin tidak akan tertawa lagi karena
leluconnya itu.
Dia tidak akan mentertawakan Jungkook lagi, ketika tanpa sadar Jimin melihat Jungkook yang tengah tersenyum berseri-seri, dengan mata melengkung indah membentuk bulan sabit.
Dia tidak akan mentertawakan Jungkook lagi saat namja manis itu menarik dia ke samping tempat tidur pasien favoritnya. Jungkook memiliki leukemia dan dia tidak memiliki banyak waktu, tapi dia seperti malaikat.
Jimin paling jelas tidak akan mentertawakan Jungkook lagi ketika melihat Jungkook menggumamkan kata-kata motivasi kosong pada gadis kecil yang sedang terbaring lemah dan sakit di salah satu ranjang rumah sakit itu , Jimin melihat Jungkook yang menatap prihatin anak itu, Jimin berfikir ‘itu bukanlah Jungkook yang mengalami, tetapi kenapa Jungkook harus khawatir?’, yang pada kenyataannya namja manis dengan senyum ramah didepannya ini malah memiliki lebih sedikit waktu daripada anak kecil itu.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
BRUKK!
Taehyung terjatuh dengan tidak elitnya karena tersandung sepatu yang di letakkan sembarangan di depan mintu masuk apartemennya. Dia menghembuskan nafas putus asa, ini adalah kelima kalinya dalam seminggu ini ketika Jimin telah secara ajaib kehilangan semua rasa kesusilaan umumnya, Jimin juga lupa bahwa Taehyung adalah orang yang rawan bencana kecelakaan(?).
"YA!, Park Jimin! Berapa kali aku harus memberitahu mu-"
Terlihat Jungkook duduk di meja dapur, Meletakkan secangkir teh dengan mata melebar, terkejut dengan kemunculan Taehyung yang tiba-tiba. Taehyung juga seketika berhenti karena terkejut.
"Kau bukan Jimin??"
"Terima kasih karena penglihatanmu masih baik," ucap Jimin datar saat ia keluar dari kamarnya, dan dengan ………setumpuk buku di tangan?.
Jimin lalu duduk di samping Jungkook, menggeser kursinya sedekat mungkin dan memberinya senyum paaaling manis pada Jungkook. "Abaikan orang gila itu."
Taehyung masih mencerna apa yang baru saja dikatakan Jimin, sedetik kemudian “YA! Dasar kau asdfghjkl!!” umpat Taehyung setelah menyadari apa yang baru saja diucapkan oleh Jimin, akhirnya Taehyung memilih pindah ke sofa untuk menyalakan TV. Ia iseng-iseng mengganti-ganti channelnya, ia tidak dapat berkonsentrasi pada gambar yang menghiasi layar tv itu, karena pikirannya terfokus pada dua anak laki-laki yang tengah duduk beberapa meter darinya. 1 jam berlalu, Taehyung melihat Jimin dengan tajam, dan Jimin malah asyik berbisik lembut, lalu membalik halaman bukunya, dan Jungkook hanya bisa bernapas polos (?). Ketika Jungkook beranjak bangun untuk pulang, ia membungkuk canggung ke arah Taehyung sebelum akhirnya bergegas keluar pintu, Jimin terlihat berjalan santai untuk mengantar Jungkook. Tapi ketika Jimin berjalan kembali ke ruang tamu, tatapan tajam taehyung tadi kini telah berubah menjadi tatapan kemarahan.
"Kau pikir apa yang kau lakukan?"
"Belajar," ucap Jimin sambil mengangkat bahunya acuh tak acuh.
"Omong kosong!" geram taehyung, melangkah mendekat dan menarik kerah Jimin. "Ini bukan permainan!. kau tidak bisa mempermainankan perasaan orang seperti itu!. Apalagi dengan seseorang yang memiliki hidup tinggal beberapa bulan lagi!!."
Pegangan taehyung mulai mengendur, akhirnya taehyung sedikit menjauh dan bersandar pada dinding di belakangnya, dengan mata memohonnya. "Kau sudah melakukan hal-hal kacau di masa lalu ,dan sekarang …..kau mempermainkan perasaan tulusnya."
"Siapa bilang ini adalah permainan?"
"ayolah Jim...." ucap Taehyung putus asa.
"Dengar, aku berjanji tidak akan menyakitinya, dan ku pastikan dia akan baik-baik saja?" Jimin menatap lurus manic mata taehyung (berasa kayak apa gitu ya?), ekspresi wajahnya tidak dapat dibaca, tapi taehyung bisa merasakan kesungguhan ucapan sahabatnya.
mencoba meyakinkan taehyung untuk pertama kalinya , sebenarnya Jimin juga tidak tahu apakah yang dia lakukan itu baik, jika saja taehyung tahu, Jimin kini sama bingungnya dengan taehyung.
Dia tidak akan mentertawakan Jungkook lagi, ketika tanpa sadar Jimin melihat Jungkook yang tengah tersenyum berseri-seri, dengan mata melengkung indah membentuk bulan sabit.
Dia tidak akan mentertawakan Jungkook lagi saat namja manis itu menarik dia ke samping tempat tidur pasien favoritnya. Jungkook memiliki leukemia dan dia tidak memiliki banyak waktu, tapi dia seperti malaikat.
Jimin paling jelas tidak akan mentertawakan Jungkook lagi ketika melihat Jungkook menggumamkan kata-kata motivasi kosong pada gadis kecil yang sedang terbaring lemah dan sakit di salah satu ranjang rumah sakit itu , Jimin melihat Jungkook yang menatap prihatin anak itu, Jimin berfikir ‘itu bukanlah Jungkook yang mengalami, tetapi kenapa Jungkook harus khawatir?’, yang pada kenyataannya namja manis dengan senyum ramah didepannya ini malah memiliki lebih sedikit waktu daripada anak kecil itu.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
BRUKK!
Taehyung terjatuh dengan tidak elitnya karena tersandung sepatu yang di letakkan sembarangan di depan mintu masuk apartemennya. Dia menghembuskan nafas putus asa, ini adalah kelima kalinya dalam seminggu ini ketika Jimin telah secara ajaib kehilangan semua rasa kesusilaan umumnya, Jimin juga lupa bahwa Taehyung adalah orang yang rawan bencana kecelakaan(?).
"YA!, Park Jimin! Berapa kali aku harus memberitahu mu-"
Terlihat Jungkook duduk di meja dapur, Meletakkan secangkir teh dengan mata melebar, terkejut dengan kemunculan Taehyung yang tiba-tiba. Taehyung juga seketika berhenti karena terkejut.
"Kau bukan Jimin??"
"Terima kasih karena penglihatanmu masih baik," ucap Jimin datar saat ia keluar dari kamarnya, dan dengan ………setumpuk buku di tangan?.
Jimin lalu duduk di samping Jungkook, menggeser kursinya sedekat mungkin dan memberinya senyum paaaling manis pada Jungkook. "Abaikan orang gila itu."
Taehyung masih mencerna apa yang baru saja dikatakan Jimin, sedetik kemudian “YA! Dasar kau asdfghjkl!!” umpat Taehyung setelah menyadari apa yang baru saja diucapkan oleh Jimin, akhirnya Taehyung memilih pindah ke sofa untuk menyalakan TV. Ia iseng-iseng mengganti-ganti channelnya, ia tidak dapat berkonsentrasi pada gambar yang menghiasi layar tv itu, karena pikirannya terfokus pada dua anak laki-laki yang tengah duduk beberapa meter darinya. 1 jam berlalu, Taehyung melihat Jimin dengan tajam, dan Jimin malah asyik berbisik lembut, lalu membalik halaman bukunya, dan Jungkook hanya bisa bernapas polos (?). Ketika Jungkook beranjak bangun untuk pulang, ia membungkuk canggung ke arah Taehyung sebelum akhirnya bergegas keluar pintu, Jimin terlihat berjalan santai untuk mengantar Jungkook. Tapi ketika Jimin berjalan kembali ke ruang tamu, tatapan tajam taehyung tadi kini telah berubah menjadi tatapan kemarahan.
"Kau pikir apa yang kau lakukan?"
"Belajar," ucap Jimin sambil mengangkat bahunya acuh tak acuh.
"Omong kosong!" geram taehyung, melangkah mendekat dan menarik kerah Jimin. "Ini bukan permainan!. kau tidak bisa mempermainankan perasaan orang seperti itu!. Apalagi dengan seseorang yang memiliki hidup tinggal beberapa bulan lagi!!."
Pegangan taehyung mulai mengendur, akhirnya taehyung sedikit menjauh dan bersandar pada dinding di belakangnya, dengan mata memohonnya. "Kau sudah melakukan hal-hal kacau di masa lalu ,dan sekarang …..kau mempermainkan perasaan tulusnya."
"Siapa bilang ini adalah permainan?"
"ayolah Jim...." ucap Taehyung putus asa.
"Dengar, aku berjanji tidak akan menyakitinya, dan ku pastikan dia akan baik-baik saja?" Jimin menatap lurus manic mata taehyung (berasa kayak apa gitu ya?), ekspresi wajahnya tidak dapat dibaca, tapi taehyung bisa merasakan kesungguhan ucapan sahabatnya.
mencoba meyakinkan taehyung untuk pertama kalinya , sebenarnya Jimin juga tidak tahu apakah yang dia lakukan itu baik, jika saja taehyung tahu, Jimin kini sama bingungnya dengan taehyung.
Jungkook juga
telah terlanjur membuka hati seorang Park Jimin dan taehyung mulai berpikir ,jika itu mungkin
membuat Jungkook
pada akhirnya akan terluka. Taehyung bertanya-tanya seberapa jauh Jimin telah jatuh pada pesona Jungkook karena jika ini adalah
permainan, maka jalan yang
diambil Jimin
mungkin sudah tak mengikuti aturan permainan yang ada. Aturan sudah tak berlaku lagi.
Jimin akan kehilangan. Jungkook juga kehilangan. semua orang akan kehilangan !
Ini adalah permainan di mana tidak ada pemenangnya !
Jimin akan kehilangan. Jungkook juga kehilangan. semua orang akan kehilangan !
Ini adalah permainan di mana tidak ada pemenangnya !
--------------------------------------------------------------------------------------------
"Apa yang kau makan?"
"Nasi goreng?" gumam Jimin dengan mulut penuh dengan makanan, sendoknya masih mendorong makanan ke mulutnya.
Jungkook menatap makanan itu horror. "Itu tidak terlihat seperti nasi goreng. Itu lebih terlihat seperti campuran dari berbagai sisa makanan."
Jungkook membungkuk dengan ragu dan mengambil sesuatu yang mencuat dari segumpal nasi dingin itu. "Apa ini sayap ayam?"
"Nasi goreng tidak harus seperti biasanya kan?," bela Jimin, menarik kotak makan siangnya menjauh dari tangan Jungkook. "kau hanya memberikan beberapa bumbu dan campuran yang entah apa."
"Itu menjijikkan." Tambah Jungkook
"Berhenti memojokkanku, aku hanya seorang mahasiswa miskin. Kau berkata begitu Seolah-olah kau bisa melakukan yang lebih baik saja." Ucap Jimin acuh.
"Apa itu sebuah tantangan?"
Jimin melirik Jungkook hati-hati, tidak yakin dengan apa yang membuat Jungkook tiba-tiba tersenyum licik. Ternyata ekspresi nakal di wajah Jungkook tadi membuat dapur Jimin disandera oleh Jungkook selama Sabtu sore itu, lemari nya berantakan, panci dan wajan berserakan di kompor. (-_-!)
"Jadi…. kau akan memasakkan aku mie?" tanya Jimin, ia membaringkan tubuhnya di sofa dan menonton pekerjaan Jungkook sebagai hiburan baginya.
"Tidak, aku akan memasak masakan terbaik dari apa yang pernah aku makan," gumam Jungkook, karena dia hanya setengah memperhatikan Jimin, ia sibuk mengambil bahan-bahan dari kulkas dan juga bahan lain dari atas meja.
Jimin mendengus dan memutar matanya. "Ini spaghetti kimchi."
Jungkook memukul pelan spatulanya kearah Jimin dan tersenyum puas karena spatulanya tepat mengenai dahi Jimin. "Jangan sok tau sampai kau mencobanya."
Jimin terus mengucapkan kata-kata kesal saat beranjak menuju sofa, ia mengusap-usap dahinya yang di pukul oleh Jungkook tadi dan mengeluh di setiap detik selanjutnya. Tapi Jungkook malah mengabaikan Jimin. Dia masih terus mondar-mandir, merebus panci air di sini, memeriksa suhu di sana, menambah bumbu di masakan yang ia cicipi. Jimin jelas tidak bisa membantu, dan ia mulai merasa perutnya berbunyi (Astaga Jim.. kau memalukan!!). mencoba menepis semua pikiran itu.
Jungkook membuka kulkas, dan terkejut dengan apa yang dia temukan di dalamnya, jungkook bertanya-tanya ‘bagaimana Jimin dan taehyung selama ini dapat tetap hidup dengan isi kulkas yang mayoritas hanya terdiri dari beberapa cup puding dan beberapa bungkus makanan Cina?’.
" susu dalam kotak ini akan kadaluarsa sebentar lagi ," Jungkook memutar balik badannya saat melihat tanggal di kotak susu yang ia pegang.
Senyum datar terlihat dari wajah Jimin. Jungkook dapat melihat mata Jimin yang menerawang jauh namun Jungkook tidak tahu apa artinya, yang ia tahu adalah dia tidak menyukai Jimin yang seperti itu.
" Jimin?"
"Apa kau pernah terpikir tentang tanggal kadaluarsa?" kata Jimin dengan nada dingin dan menakutkan. "Setelah kau mengetahui itu, kau jadi tidak bisa berhenti untuk memikirkan tentang hal itu…” terdengar ada jeda sebelum Jimin melanjutkan ucapannya.
Jimin melirik Jungkook hati-hati, tidak yakin dengan apa yang membuat Jungkook tiba-tiba tersenyum licik. Ternyata ekspresi nakal di wajah Jungkook tadi membuat dapur Jimin disandera oleh Jungkook selama Sabtu sore itu, lemari nya berantakan, panci dan wajan berserakan di kompor. (-_-!)
"Jadi…. kau akan memasakkan aku mie?" tanya Jimin, ia membaringkan tubuhnya di sofa dan menonton pekerjaan Jungkook sebagai hiburan baginya.
"Tidak, aku akan memasak masakan terbaik dari apa yang pernah aku makan," gumam Jungkook, karena dia hanya setengah memperhatikan Jimin, ia sibuk mengambil bahan-bahan dari kulkas dan juga bahan lain dari atas meja.
Jimin mendengus dan memutar matanya. "Ini spaghetti kimchi."
Jungkook memukul pelan spatulanya kearah Jimin dan tersenyum puas karena spatulanya tepat mengenai dahi Jimin. "Jangan sok tau sampai kau mencobanya."
Jimin terus mengucapkan kata-kata kesal saat beranjak menuju sofa, ia mengusap-usap dahinya yang di pukul oleh Jungkook tadi dan mengeluh di setiap detik selanjutnya. Tapi Jungkook malah mengabaikan Jimin. Dia masih terus mondar-mandir, merebus panci air di sini, memeriksa suhu di sana, menambah bumbu di masakan yang ia cicipi. Jimin jelas tidak bisa membantu, dan ia mulai merasa perutnya berbunyi (Astaga Jim.. kau memalukan!!). mencoba menepis semua pikiran itu.
Jungkook membuka kulkas, dan terkejut dengan apa yang dia temukan di dalamnya, jungkook bertanya-tanya ‘bagaimana Jimin dan taehyung selama ini dapat tetap hidup dengan isi kulkas yang mayoritas hanya terdiri dari beberapa cup puding dan beberapa bungkus makanan Cina?’.
" susu dalam kotak ini akan kadaluarsa sebentar lagi ," Jungkook memutar balik badannya saat melihat tanggal di kotak susu yang ia pegang.
Senyum datar terlihat dari wajah Jimin. Jungkook dapat melihat mata Jimin yang menerawang jauh namun Jungkook tidak tahu apa artinya, yang ia tahu adalah dia tidak menyukai Jimin yang seperti itu.
" Jimin?"
"Apa kau pernah terpikir tentang tanggal kadaluarsa?" kata Jimin dengan nada dingin dan menakutkan. "Setelah kau mengetahui itu, kau jadi tidak bisa berhenti untuk memikirkan tentang hal itu…” terdengar ada jeda sebelum Jimin melanjutkan ucapannya.
“ kau bilang Susu ini akan kadaluarsa
kan? jadi aku harus segera meminumnya sebelum tanggal itu tiba. Mungkin dengan ditemani
sepotong Roti bukanlah
hal yang buruk, aku harus
segera memakannya." Tambah Jimin.
Jimin bahkan tak menatap mata Jungkook saat bicara tadi. Jungkook takut, Jimin tidak benar-benar menatapnya, tapi lebih tepatnya… Jimin menatap di atas kepala jungkook dan jungkook merasakan hal yang tidak biasa pada diri Jimin, mungkin itu hanya perasaannya saja, tetapi itulah yang ia rasakan, bahwa sedikit perubahan dapat membuat semuanya terasa berbeda.
" Jimin?" bisiknya lagi.
Tetapi tidak ada jawaban. Jungkook merasakan mereka kini bukan lagi berbicara mengenai susu.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jimin bahkan tak menatap mata Jungkook saat bicara tadi. Jungkook takut, Jimin tidak benar-benar menatapnya, tapi lebih tepatnya… Jimin menatap di atas kepala jungkook dan jungkook merasakan hal yang tidak biasa pada diri Jimin, mungkin itu hanya perasaannya saja, tetapi itulah yang ia rasakan, bahwa sedikit perubahan dapat membuat semuanya terasa berbeda.
" Jimin?" bisiknya lagi.
Tetapi tidak ada jawaban. Jungkook merasakan mereka kini bukan lagi berbicara mengenai susu.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"oke, biar aku perjelaskan, jika kau bisa melakukan sesuatu dengan benar
sekarang, kau akan memilih untuk berhasil mengambil boneka dari paw machine?" ucap heran.
"Aku tidak mengira jika kau sebenarnya adalah seorang gadis remaja."
Imbuh Jimin.
Jungkook mendengus marah. "Aku tidak pernah bisa mendapatkan satupun boneka disana dan aku selalu ingin melakukan itu lagi. Dulu aku melakukannya saat masih kanak-kanak, jadi wajar saja jika seperti itu… lebih baik sekarang diamlah."
Jimin menatapnya tak percaya, antara lucu dan ‘apakah dia tidak berbohong?’.
Jungkook mendengus marah. "Aku tidak pernah bisa mendapatkan satupun boneka disana dan aku selalu ingin melakukan itu lagi. Dulu aku melakukannya saat masih kanak-kanak, jadi wajar saja jika seperti itu… lebih baik sekarang diamlah."
Jimin menatapnya tak percaya, antara lucu dan ‘apakah dia tidak berbohong?’.
Lalu Jimin
mengusap lembut surai hitam Jungkook, Jimin lalu bangkit dan berlari menuju kamarnya. Beberapa detik kemudian Jimin muncul
dengan banyak koin di salah satu tangannya, dan tangannya yang lain ia gunakan
untuk menarik pergelangan tangan Jungkook untuk keluar apartemen.
"Tunggu, kita akan pergi kemana?" Tanya Jungkook yang tersandung saat ia mencoba untuk memakai sepatunya dengan benar.
“Untuk mengajarimu permainan cara mengambil boneka dari mesin”
akhirnya mereka sampai di pusat kota, Jungkook masih tampak bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi, dan lihatlah pemirsa.. sepatu kiri Jungkook terikat, tapi tidak dengan sepatu sebelah kanannya! (Astaga!! (-_-!)) dan jungkook berpikir Jimin sudah gila. Karena setelah itu Jimin dengan seenak jidatnya mendorong cepat tubuh jungkook pada mesin pengambil boneka di depannya.
"Pilih boneka mana yang ingin kau ambil."
"J-Jimin, kau tidak bisa-" ucapan kyungsoo terpotong.
"Pilih satu."
jungkook terlihat gelisah, gugup dan sekali lagi menatap namja pemilik good mucle di sampingnya, ini sungguh akan terlihat aneh.
"mungkin… boneka kucing yang disana?" ucap jungkook dengan ragu lalu menunjuk salah satu boneka disana.
"baiklah, sekarang kau pindah kemari dan biarkan ahlinya yang melakukan ini." Ucap Jimin bangga lalu menggeser tubuh jungkook.
Dan ternyata…, Jimin adalah ahli yang tidak pandai melakukan apa-apa. (-_-!)
"Tunggu, kita akan pergi kemana?" Tanya Jungkook yang tersandung saat ia mencoba untuk memakai sepatunya dengan benar.
“Untuk mengajarimu permainan cara mengambil boneka dari mesin”
akhirnya mereka sampai di pusat kota, Jungkook masih tampak bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi, dan lihatlah pemirsa.. sepatu kiri Jungkook terikat, tapi tidak dengan sepatu sebelah kanannya! (Astaga!! (-_-!)) dan jungkook berpikir Jimin sudah gila. Karena setelah itu Jimin dengan seenak jidatnya mendorong cepat tubuh jungkook pada mesin pengambil boneka di depannya.
"Pilih boneka mana yang ingin kau ambil."
"J-Jimin, kau tidak bisa-" ucapan kyungsoo terpotong.
"Pilih satu."
jungkook terlihat gelisah, gugup dan sekali lagi menatap namja pemilik good mucle di sampingnya, ini sungguh akan terlihat aneh.
"mungkin… boneka kucing yang disana?" ucap jungkook dengan ragu lalu menunjuk salah satu boneka disana.
"baiklah, sekarang kau pindah kemari dan biarkan ahlinya yang melakukan ini." Ucap Jimin bangga lalu menggeser tubuh jungkook.
Dan ternyata…, Jimin adalah ahli yang tidak pandai melakukan apa-apa. (-_-!)
jungkook menahan tawanya saat melihat Jimin gagal melakukannya lagi dan lagi, dan seketika tawa jungkook terhenti ketika melihat Jimin yang melotot marah padanya dan menyuruh jungkook supaya diam karena dia merusak konsentrasinya.
"ku rasa lebih baik kau mengambil yang mudah dicapai saja." Saran jungkook
"Tidak, aku berfikir aku pasti aku bisa mengambilnya," gerutu Jimin, lidahnya bahkan mencuat dari sudut bibirnya. (terlalu berkonsentrasi bang?)
Dia mendorong tombol untuk memulai lalu menurukannya perlahan, perlahan-lahan dannn……
"ku rasa lebih baik kau mengambil yang mudah dicapai saja." Saran jungkook
"Tidak, aku berfikir aku pasti aku bisa mengambilnya," gerutu Jimin, lidahnya bahkan mencuat dari sudut bibirnya. (terlalu berkonsentrasi bang?)
Dia mendorong tombol untuk memulai lalu menurukannya perlahan, perlahan-lahan dannn……
dan kakinya menghentak frustrasi ketika
lagi-lagi dia meleset beberapa
sentimeter!
"kau harus sedikit ke kiri," dengung jungkook.
Jimin dengan geram kembali memasukkan koin pada mesin itu. Boneka Kucing itu kini terlihat menjengkelkan dengan seringai yang ditujukan untuk mengejek Jimin dari dalam mesin tersebut, seolah-olah mengatakan jika ia melihat semua kegagalan Jimin saat itu.
Mata jungkook melembut. "Tidak apa-apa, kau tahu. Aku sudah merasa gembira hari ini."
"Mesin ini curang!" umpat Jimin.
Jungkook menepuk bahu Jimin lembut.
Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang, Jimin masih terlihat sedih dan jungkook mencoba semua hal untuk menghiburnya. Jimin merindukan saat jari-jarinya berkaitan dengan seseorang, hanya itu yang dapat menenangkannya di saat seperti ini. Dia bahkan tidak menyadari jika sedari tadi jari-jari mereka saling berkaitan hingga sampai di apartemen Jimin, dan jungkook melepaskan kaitan tersebut, lalu melambaikan tangan untuk pulang. Jimin menatap tangannya yang terasa masih hangat dan entah bagaimana tiba-tiba darah Jimin terasa berdesir lembut .
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Keesokan paginya, jungkook bangun karena mendengar ketukan di pintu apartemennya, tapi ketika ia membukanya ternyata tidak ada siapapun di luar. Lalu ia menemukan sebuah boneka kucing lucu duduk di atas karpet selamat-datang. Tidak ada surat disana tapi dia tidak perlu tahu itu dari siapa . senyum manis tercetak indah di bibir miliknya saat ia membungkuk untuk mengambil boneka itu.
"kau harus sedikit ke kiri," dengung jungkook.
Jimin dengan geram kembali memasukkan koin pada mesin itu. Boneka Kucing itu kini terlihat menjengkelkan dengan seringai yang ditujukan untuk mengejek Jimin dari dalam mesin tersebut, seolah-olah mengatakan jika ia melihat semua kegagalan Jimin saat itu.
Mata jungkook melembut. "Tidak apa-apa, kau tahu. Aku sudah merasa gembira hari ini."
"Mesin ini curang!" umpat Jimin.
Jungkook menepuk bahu Jimin lembut.
Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang, Jimin masih terlihat sedih dan jungkook mencoba semua hal untuk menghiburnya. Jimin merindukan saat jari-jarinya berkaitan dengan seseorang, hanya itu yang dapat menenangkannya di saat seperti ini. Dia bahkan tidak menyadari jika sedari tadi jari-jari mereka saling berkaitan hingga sampai di apartemen Jimin, dan jungkook melepaskan kaitan tersebut, lalu melambaikan tangan untuk pulang. Jimin menatap tangannya yang terasa masih hangat dan entah bagaimana tiba-tiba darah Jimin terasa berdesir lembut .
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Keesokan paginya, jungkook bangun karena mendengar ketukan di pintu apartemennya, tapi ketika ia membukanya ternyata tidak ada siapapun di luar. Lalu ia menemukan sebuah boneka kucing lucu duduk di atas karpet selamat-datang. Tidak ada surat disana tapi dia tidak perlu tahu itu dari siapa . senyum manis tercetak indah di bibir miliknya saat ia membungkuk untuk mengambil boneka itu.
Jimin yang sedari tadi bersembunyi di balik dinding pun tersenyum.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Jimin tersenyum senang pada taehyung, jangan salah sangka, tapi ini adalah hal biasa yang dilakukan orang-orang untuk menujukkan kasih sayang, namun yang terjadi malah taehyung tak menggubrisnya dan lebih memilih untuk terus memeluk baekhyun
"Guys, aku datang….."
"hey..." ulang Jimin
"HEY!!." Teriak Jimin akhirnya. Namun mereka masih tak mau memperdulikan kedatangannya.
Jimin mengambil sebuah apel dan melemparkannya pada taehyung yang berarti ia harus melepaskan pelukan Jin dan mengakui keberadaan Jongin.
"Kalian berdua memuakkanku," Jimin tampak benar-benar muak saat itu, ia lalu bangkit untuk mengambil segelas air. Mungkin jika ia minum cukup air, ia dapat mengurangi rasa jijik sehingga keluar dari sistemnya.
Taehyung hanya bisa cemberut ketika Jin dengan lembut menyuruh Taehyung meninggalkannya untuk berbicara pada Jimin, Jin lalu berjalan menghampiri Jimin sambil tesenyum.
"Jadi, kau dan Jungkook ….?"
gerakan Jimin terhenti, cangkirnya setengah jalan ke mulutnya. "Apa?"
"Tidak..," ucap Jin. "Aku hanya melihat kalian berdua di pusat kota kemarin, aku pikir itu lucu. Kalian berdua terlihat cocok. Dan aku tahu, itu baru berjalan beberapa bulan ,tapi kau harus mengajaknya ke pesta Natal yang aku-"
PYARR!!
Jin terkejut mendengar suara kaca pecah. Mata Jimin terlihat memerah dan nafasnya terlihat terengah-engah, potongan kaca hancur dari cangkir yang Jimin pegang dan berserakan di wastafel.
Jimin menatap tajam Jin dan itu membuat Jin terkejut. "Diam."
Jimin berjalan cepat keluar ruangan, tangannya masih berdarah akibat tergores pecahan kaca tadi, tapi Jimin tidak memperdulikannya. Jimin hanya ingin segera pergi, ia ingin segera pergi dan menghilangkan pikiran di kepalanya, menghilangkan segala mimpi buruk yang kini tengah berputar-putar dikepalanya tentang nomor merah. Taehyung segara memeluk namjachingunya yang kaget dan setelah Jin sudah merasa tenang, taehyung lalu mengejar Jimin.
"Hei!" teriak taehyung , ia melihat Jimin yang sedang berjalan cepat menyusuri jalan dengan lampu remang, satu tangan taehyung meraih bahu Jimin untuk menghentikan langkah Jimin. "Apa kau baik-baik saja?"
Jimin malah tertawa pahit.
gerakan Jimin terhenti, cangkirnya setengah jalan ke mulutnya. "Apa?"
"Tidak..," ucap Jin. "Aku hanya melihat kalian berdua di pusat kota kemarin, aku pikir itu lucu. Kalian berdua terlihat cocok. Dan aku tahu, itu baru berjalan beberapa bulan ,tapi kau harus mengajaknya ke pesta Natal yang aku-"
PYARR!!
Jin terkejut mendengar suara kaca pecah. Mata Jimin terlihat memerah dan nafasnya terlihat terengah-engah, potongan kaca hancur dari cangkir yang Jimin pegang dan berserakan di wastafel.
Jimin menatap tajam Jin dan itu membuat Jin terkejut. "Diam."
Jimin berjalan cepat keluar ruangan, tangannya masih berdarah akibat tergores pecahan kaca tadi, tapi Jimin tidak memperdulikannya. Jimin hanya ingin segera pergi, ia ingin segera pergi dan menghilangkan pikiran di kepalanya, menghilangkan segala mimpi buruk yang kini tengah berputar-putar dikepalanya tentang nomor merah. Taehyung segara memeluk namjachingunya yang kaget dan setelah Jin sudah merasa tenang, taehyung lalu mengejar Jimin.
"Hei!" teriak taehyung , ia melihat Jimin yang sedang berjalan cepat menyusuri jalan dengan lampu remang, satu tangan taehyung meraih bahu Jimin untuk menghentikan langkah Jimin. "Apa kau baik-baik saja?"
Jimin malah tertawa pahit.
"Oke? Itu pertanyaan yang lucu." Ucap taehyung.
"Dengar, aku itu-" ucapan taehyung segera terpotong oleh Jimin
"Tidak, kau tidak begitu!" Jimin menatap taehyung dengan kemarahan dan kebencian.
"Dengar, aku itu-" ucapan taehyung segera terpotong oleh Jimin
"Tidak, kau tidak begitu!" Jimin menatap taehyung dengan kemarahan dan kebencian.
"Kau tidak tahu bagaimana rasanya
bertemu dengan orang-orang dan
dapat melihat kemungkinan paling buruk dari mereka! Melihat takdir mereka yang tidak dapat kau ubah. kau tidak mengerti bagaimana rasanya melihat seseorang yang hanya mempunyai
sedikit pilihan untuk hidupnya, yang hanya memiliki waktu berminggu minggu, kadang bahkan berbulan-bulan, dan aku tidak bisa mengatakan apa pun pada mereka karena… siapa yang akan percaya padaku?"
Jimin mondar-mandir sambil menghentakkan kakiknya, dia sangat kesal, sifat marah dan egois seketika terasa juga keluar dari kulitnya.
"Jadi… jangan bilang kau tahu bagaimana rasanya karena kau tidak memiliki kemampuan yang aku miliki. Aku bisa melihatnya, tapi aku juga tidak akan pernah tahu bagaimana atau mengapa atau karena apa aku dapat melihatnya …., dan itu semua terasa meracuni ku, karena Jungkook-"
Jimin tersedak di udara, paru-parunya menolak untuk mengambil apa yang dia butuhkan, Udara. Lampu jalan berkedip-kedip, menerangi 2 namja itu dalam cahaya kuning menakutkan, kecemasan mewarnai Jimin, rasanya ia ingin jatuh dan pingsan saja sehingga ia tidak perlu melihat apa-apa lagi. Tangis Taehyung pun pecah saat melihat keadaan sahabat didepannya itu ,yang dapat ia lakukan hanyalah memeluk dan menepuk punggung sahabatnya itu berkali-kali.
beberapa menit kemudian, saat suara isak Jimin mulai tenang , taehyung kembali berbicara . "Kau marah ketika Jin hyung menyebutkan pesta Natal."
taehyung kembali ragu-ragu ketika Jimin tiba-tiba membeku dalam pelukannya. "Berapa lama waktu yang masih dimiliki jungkook? Apakah sampai pesta Natal?"
Jimin menarik diri dari taehyung dan berdiri terhuyung, dengan mata merah dan juga marah. Dia tidak menjawab pertanyaan itu. Bibirnya tertarik menjadi garis tipis dan kemudian ia berjalan ke dalam malam, menghilangkan dirinya di udara dingin malam itu dan dalam keheningan yang menyesakkan.
taehyung menatap kepergian Jimin dengan tatapan sedih.
------------------------------------------------------------------------------------------
" Jimin?" jungkook terkejut ketika ia membuka pintu dan menemukan sosok namja berhoodie tengah berdiri di depan pintu apartemennya, bahkan ini masih pukul….. 3 Pagi?
"Ambil jaket dan berikan kunci mobil mu." Perintah Jimin datar
"Jim, sebenarnya ada ap-"
"Lakukan saja, …kumohon" Jimin memohon, suaranya gemetar pada kalimat terakhir dan jungkook dengan susah payah menelan ludahnya ketika ia melihat mata Jimin yang memerah, seolah-olah dia habis menangis.
jungkook segera menuju ke kamarnya, membuka lemari untuk mengambil jaket dan meraih kunci mobil yang tergeletak diatas meja. Jimin terlihat bersandar di pintu samping kamar jungkook, Jimin lalu tersenyum sedih dan langsung meraih tangan jungkook, menariknya untuk segera keluar, dan menutup pintu apartemen di belakangnya. jungkook mengikuti Jimin tanpa sepatah katapun, hanya mencoba untuk terus mencaritahu apa yang sebenarnya telah terjadi, jungkook sekali lagi mengamati wajah serius Jimin ketika mereka berdua masuk ke dalam mobil yang mulai melaju jauh menyusuri jalanan yang sepi.
Mereka berkendara selama berjam-jam, mobil lamborgini hitam dengan latar belakang langit yang sama suramnya. Hanya Sorotan lampu-lampu kecil yang menghiasi jalanan sepi, mereka berbelok di sekitar tebing, masuk dan keluar dari terowongan, dan terus menjauh dari kota.
Jimin mondar-mandir sambil menghentakkan kakiknya, dia sangat kesal, sifat marah dan egois seketika terasa juga keluar dari kulitnya.
"Jadi… jangan bilang kau tahu bagaimana rasanya karena kau tidak memiliki kemampuan yang aku miliki. Aku bisa melihatnya, tapi aku juga tidak akan pernah tahu bagaimana atau mengapa atau karena apa aku dapat melihatnya …., dan itu semua terasa meracuni ku, karena Jungkook-"
Jimin tersedak di udara, paru-parunya menolak untuk mengambil apa yang dia butuhkan, Udara. Lampu jalan berkedip-kedip, menerangi 2 namja itu dalam cahaya kuning menakutkan, kecemasan mewarnai Jimin, rasanya ia ingin jatuh dan pingsan saja sehingga ia tidak perlu melihat apa-apa lagi. Tangis Taehyung pun pecah saat melihat keadaan sahabat didepannya itu ,yang dapat ia lakukan hanyalah memeluk dan menepuk punggung sahabatnya itu berkali-kali.
beberapa menit kemudian, saat suara isak Jimin mulai tenang , taehyung kembali berbicara . "Kau marah ketika Jin hyung menyebutkan pesta Natal."
taehyung kembali ragu-ragu ketika Jimin tiba-tiba membeku dalam pelukannya. "Berapa lama waktu yang masih dimiliki jungkook? Apakah sampai pesta Natal?"
Jimin menarik diri dari taehyung dan berdiri terhuyung, dengan mata merah dan juga marah. Dia tidak menjawab pertanyaan itu. Bibirnya tertarik menjadi garis tipis dan kemudian ia berjalan ke dalam malam, menghilangkan dirinya di udara dingin malam itu dan dalam keheningan yang menyesakkan.
taehyung menatap kepergian Jimin dengan tatapan sedih.
------------------------------------------------------------------------------------------
" Jimin?" jungkook terkejut ketika ia membuka pintu dan menemukan sosok namja berhoodie tengah berdiri di depan pintu apartemennya, bahkan ini masih pukul….. 3 Pagi?
"Ambil jaket dan berikan kunci mobil mu." Perintah Jimin datar
"Jim, sebenarnya ada ap-"
"Lakukan saja, …kumohon" Jimin memohon, suaranya gemetar pada kalimat terakhir dan jungkook dengan susah payah menelan ludahnya ketika ia melihat mata Jimin yang memerah, seolah-olah dia habis menangis.
jungkook segera menuju ke kamarnya, membuka lemari untuk mengambil jaket dan meraih kunci mobil yang tergeletak diatas meja. Jimin terlihat bersandar di pintu samping kamar jungkook, Jimin lalu tersenyum sedih dan langsung meraih tangan jungkook, menariknya untuk segera keluar, dan menutup pintu apartemen di belakangnya. jungkook mengikuti Jimin tanpa sepatah katapun, hanya mencoba untuk terus mencaritahu apa yang sebenarnya telah terjadi, jungkook sekali lagi mengamati wajah serius Jimin ketika mereka berdua masuk ke dalam mobil yang mulai melaju jauh menyusuri jalanan yang sepi.
Mereka berkendara selama berjam-jam, mobil lamborgini hitam dengan latar belakang langit yang sama suramnya. Hanya Sorotan lampu-lampu kecil yang menghiasi jalanan sepi, mereka berbelok di sekitar tebing, masuk dan keluar dari terowongan, dan terus menjauh dari kota.
Ketika mobil akhirnya berhenti
Kyungsoo dengan
segera membuka pintu, ia disambut oleh suara deburan ombak.
Ini Laut.
jungkook mengikuti Jimin ketika melihat namja itu melepaskan sepatu dan kaus kakinya yang kemudian dia lemparkan ke samping. Jimin berjalan hingga garis antara pasir dan air, menjatuhkan tubuhnya ke pasir dan merasakan hembusan angin yang menerpa tubuhnya. jungkook duduk di sampingnya sambil tertawa kecil. Ini hampir pukul 06:00 pagi dan mereka sedang duduk di tepi pantai yang sepi, ini Gila tapi juga menyenangkan. Tangan jungkook sedang memainkan pasir di sekitarnya, namun Jimin tiba-tiba menarik tubuh jungkook hingga membuatnya jatuh ke pelukan Jimin, jungkook bahkan dapat merasakan kehangatan tubuh Jimin.
Ini Laut.
jungkook mengikuti Jimin ketika melihat namja itu melepaskan sepatu dan kaus kakinya yang kemudian dia lemparkan ke samping. Jimin berjalan hingga garis antara pasir dan air, menjatuhkan tubuhnya ke pasir dan merasakan hembusan angin yang menerpa tubuhnya. jungkook duduk di sampingnya sambil tertawa kecil. Ini hampir pukul 06:00 pagi dan mereka sedang duduk di tepi pantai yang sepi, ini Gila tapi juga menyenangkan. Tangan jungkook sedang memainkan pasir di sekitarnya, namun Jimin tiba-tiba menarik tubuh jungkook hingga membuatnya jatuh ke pelukan Jimin, jungkook bahkan dapat merasakan kehangatan tubuh Jimin.
Beberapa detik selanjutnya Jimin menggeser tubuh jungkook hingga mereka
berbaring berdampingan.
"aku suka di sini." Ucap Jimin sambil memejamkan matanya.
jungkook menolehkan kepalanya ke sisi samping, pipi bawahnya harus menempel dengan butiran kasar pasir untuk melihat Jimin.
"Semua ini begitu berat dan dan bahkan kau akan merasa hampir tak bisa mendengar fikiranmu sendiri," kata Jimin lirih, masih dengan mata yang tertutup rapat. "tidak.. bukan berfikir, tetapi memang terjadi."
Kelopak mata tegas Jimin terbuka dan dia menatap jungkook, memandangnya sampai wajahnya seperti orang kelaparan. Jimin hanya menatap dan menatap dan menatap, deretan angka itu lagi-lagi tertangkap oleh mata Jimin saat melihat senyum di wajah jungkook. Jimin memaksa dirinya untuk melupakan itu dan ia dengan tegas membuat matanya hanya terfokus pada bibir kissable milik jungkook, sehingga ia tidak akan tergoda lagi untuk melihat beberapa inci di atas kepalanya, dan mengalihkan deretan angka pengingat yang menyatakan bahwa dunia ini sangat kejam pada jungkook.
ia kemudian mencondongkan tubuhnya. Mempersempit jarak antara keduanya, hidung mereka bersentuhan, hingga akhirnya keduanya berciuman, di tengah hembusan dingin angin laut, semua kenangan pahit ingin Jimin lepaskan, ia dapat merasakan air asin yang entah itu air laut disekitar mereka atau air mata dari seorang park Jimin yang tengah menangis dalam diam, ia tidak akan pernah tahu. Bahkan saat matanya tertutup pun, ia masih bisa melihat samar cahaya merah menghantui Jimin. Ketika mereka melepas ciuman, Jimin dapat melihat rona merah pada pipi jungkook dan membuat Jimin segera menciumnya lagi, Jimin merasakan putus asa saat teringat takdir jungkook, ia tak ingin sedetikpun berpisah dengan jungkook, bagi Jimin.. dengan ciuman itu, seolah-olah dapat menjaga jungkook di sini ……. dengan Jimin bahkan jika hanya untuk satu detik,
"aku suka di sini." Ucap Jimin sambil memejamkan matanya.
jungkook menolehkan kepalanya ke sisi samping, pipi bawahnya harus menempel dengan butiran kasar pasir untuk melihat Jimin.
"Semua ini begitu berat dan dan bahkan kau akan merasa hampir tak bisa mendengar fikiranmu sendiri," kata Jimin lirih, masih dengan mata yang tertutup rapat. "tidak.. bukan berfikir, tetapi memang terjadi."
Kelopak mata tegas Jimin terbuka dan dia menatap jungkook, memandangnya sampai wajahnya seperti orang kelaparan. Jimin hanya menatap dan menatap dan menatap, deretan angka itu lagi-lagi tertangkap oleh mata Jimin saat melihat senyum di wajah jungkook. Jimin memaksa dirinya untuk melupakan itu dan ia dengan tegas membuat matanya hanya terfokus pada bibir kissable milik jungkook, sehingga ia tidak akan tergoda lagi untuk melihat beberapa inci di atas kepalanya, dan mengalihkan deretan angka pengingat yang menyatakan bahwa dunia ini sangat kejam pada jungkook.
ia kemudian mencondongkan tubuhnya. Mempersempit jarak antara keduanya, hidung mereka bersentuhan, hingga akhirnya keduanya berciuman, di tengah hembusan dingin angin laut, semua kenangan pahit ingin Jimin lepaskan, ia dapat merasakan air asin yang entah itu air laut disekitar mereka atau air mata dari seorang park Jimin yang tengah menangis dalam diam, ia tidak akan pernah tahu. Bahkan saat matanya tertutup pun, ia masih bisa melihat samar cahaya merah menghantui Jimin. Ketika mereka melepas ciuman, Jimin dapat melihat rona merah pada pipi jungkook dan membuat Jimin segera menciumnya lagi, Jimin merasakan putus asa saat teringat takdir jungkook, ia tak ingin sedetikpun berpisah dengan jungkook, bagi Jimin.. dengan ciuman itu, seolah-olah dapat menjaga jungkook di sini ……. dengan Jimin bahkan jika hanya untuk satu detik,
satu menit atau
jam atau apa pun dari waktu yang
ditawarkan.
disekitar mereka, gelombang air laut melebur menjadi busa, burung camar meneriakkan teriakan yang melengking di udara, dan matahari pagi pun mulai beranjak naik.
disekitar mereka, gelombang air laut melebur menjadi busa, burung camar meneriakkan teriakan yang melengking di udara, dan matahari pagi pun mulai beranjak naik.
Sunrise yang sungguh indah….
luapan kasih sayang selanjutnya tergambar dari jari-jari mereka yang saling terkait.
luapan kasih sayang selanjutnya tergambar dari jari-jari mereka yang saling terkait.
^THE END^..
AAAaaaaaaaaaaa… akhirnya selesai juga AFF
Translatean nya… maaf ya kalo ini kurang memuaskan.. yaaahhhh asal readers tau…
aku melakukan ini hamper 4 hari… ASTAGAA!! Tapi akhirnya lega karena AFF
countdown BTS ver. ini selesai dan
berhasil di publish. Walaupun yang aslinya leeeeeeeeeeeeeebihhh
buagusssssssss.. tapi aku udah usahain buat feel yang sejelas2nya (?)
Review Jhuseyooo ^.^
aah anyoeng keren tpi knapa ending na gantung seh!! ayo bkin ff jikook lg ^ ^
BalasHapuslove it^^
BalasHapusAkhhhh ko gantung.. Plis ksh squel nyaaaa >\< trus itu gmna jungkook? Mati? Akhirnya gmnaaaa?? 😭😭😭
BalasHapusending nya kok gantung ??
BalasHapusKeren kak 😢😢
BalasHapus